Tuesday, December 25, 2007

demo

Bintang. Alhamdulillah sekarang anak ini berhasil aku "jinakkan". Seperti anak-anakku di SD, dia masih belum punya "rem". Mengatakan apa yang ada di dalam hatinya, kalau memang dia mempunyai kata-kata yang bisa mewakilinya. Kalau tidak punya, ya dia ngambek.

Langit sore sedikit tertutup mendung. Gerimis lembut sempat turun. Namun hanya beberapa menit saja. Aku ngelesi Bintang. Beberapa soal tentang konversi satuan berat dan waktu aku buatkan untuk dia.
"Dikerjakan lima-lima dulu ya, Mas", dia sudah hapal dengan kebiasaanku. Lima soal dikerjakan, lalu dibahas.
"Iya"
Selang beberapa saat, dia kelihatan capek. Capek mikir, capek nulis.
"Mas Mar punya sulap lagi ?", tuh khan... Konsentrasinya pindah.
"Nggak, sudah habis. Mas Mar belum menemukan sulap lagi".
Terkadang aku memang datang dengan "mengantongi" games atau sulap untuk menghilangkan kejenuhan. (wah, ternyata nyambi jadi magician juga ya...) Tidak untuk kali ini. Habis. (belum nggoreng lagi, Bintang...)

Kucoba mengajaknya ngobrol yang ringan-ringan. Untuk mengalihkan perhatiannya sejenak dari pelajaran. Biar nggak bosen ngitung terus.
"Eh, bajunya sama lagi", kudekatkan bajuku dengan bajunya. Hari kemarin baju kami juga sama warnanya. Biru dongker. Warna celananya anak-anak SMP itu. Kemarin aku memakai baju yang sama dengan hari ini. Tidak apa-apa. Belum ada yang mau nyuciin sieh (baca: istri). Jadi biar ngirit tenaga buat nyuci.
"Enggak,... beda", tangkisnya. Weleh ngeyel nieh anak.
"Iya, sama". Beberapa saat Bintang mengamati bajuku.
"Mas Mar renggo to ?" Lheh,... renggo ? Oalah... gareng dinggo ? (Kering-pakai).
"Iya", dalam hati ini berkata: tidak. Emang belum dicuci koq. Lhah, opo ra mamboew... Tidak. Khan kemarin baru dipake dua jam buat ngelesi. Ngelesi gitu loh, bukan macul atau angkat-angkat barang seperti kuli. Jadi belum bau.

Soal yang kuberikan di sesi pertama habis dia kerjakan. Betul semua. (Mas Mar sieh kalau bikin soal gampang-gampang)
"Yuk,... makan dulu", suruh ibunya di depan pintu.
Kami menuju ke meja makan.
"Bu'... nasinya kebanyakan", teriak Bintang melihat piringnya menggunung nasi.
"Iya nieh, kebanyakan"
"Ibu itu sukanya kalau ngambilkan nasi memang banyak. Ibu' didemo aja yuk mas" We...e..e... (sambil menirukan logatnya mbah Darmo) Provokator juga nieh anak.
"Mas Mar biar gemuk", suara Ibu Bintang terdengar dari ruangan sebelah.
"Mas Mar tidak mau gemuk, Bu'. Nanti kalau gemuk pacarnya tidak suka", kata Bintang.

Tau-taunya anak ini kalau aku belum punya pacar...

Saturday, December 22, 2007

my students

[Click picture to make it bigger]

Dari kiri belakang:
Sofia yang tinggi dan pemalu, Alda yang dewasa dan sedikit tertutup, Farah yang brillian tapi sedikit mudah panik, Alfa yang kalau makan selalu selesai paling akhir dan besar motivasinya untuk be number one. Tika yang patuh. Syahra yang tidak bisa diajak bercanda dan sering membuat "gebrakan". Vita yang pendiam dan sering telat dijemput pulang sehingga aku harus nunggui lama, Tata si gendut dan yang paling sering telpon, Shinta yang kecil dan lincah-sering hilang dari pandanganku karena suka jalan-jalan di kelas, Rizki yang begitu mencintai adiknya sehingga kalau cerita pasti ada kata-kata: Yanda, adikku tu kemarin..., Nadya yang sudah lebih dewasa bila dibanding teman-temannya, Tasya yang "plengah-plengeh", Tifah yang masih suka menebak-nebak, Yanda Rahmat partnerku yang baik.
Dari kiri depan:
Bintang yang kini sedikit lebih pendiam daripada dulu, Alby yang sudah mengenal tanda "♥", Nabil yang kalau sakit tidak mau ditolong-maunya hanya menangis sambil mengaduh, Fadhil yang konsekuen, dewasa dan bijaksana, Indra yang lebih muda dari usianya, Farhan yang pemalu dan selalu sembunyi dibelakang punggung teman ketika akan ditunjuk untuk memimpin di depan, Valdi yang selalu ingin memberikan yang TERBAIK untuk mamanya hingga tidak puas dengan peringkat 4 di kelas, Alif yang sering sakit-sakitan dan kurang percaya diri ketika menghadapi pelajaran, Pandu yang sering dipanggil temannya : Pandan katsiron, Pandu Nur Remidi (karena sering remidi-tapi itu dulu), Harfi yang "untouchable", Lukman yang brilliant dan (kata teman-temannya) hanya dia anakku. Yang lain bukan.