Sunday, July 15, 2007

ATM

Bumi meredup. Malam melarut. Hening menunjukkan suaranya. Tak.... tik.... tak.... tik.... detik jam dinding mengabaikan semuanya.

Mar sudah tidak sabar menunggu esok hari dimana Mar bisa bertemu kembali dengan rekan kerja Mar. Dengan Yanda dan Bunda yang memberi warna madrasah tempat Mar bekerja. Sekotak kue telah kupersiapkan untuk "mbancaki" kendaraanku.. (cie,.... ngreyenh!). Rencana akan ku bagikan dengan Yanda-Bunda di sekolah esok hari.

Sebuah pesan singkat menggetarkan HPku.
Bunda If: Asslkm. Yan, bsk msk jam brp ? Liburan gmn?
Ku reply: Alaikm slm. Kata Bunda En, bsk msk jam 8. Lburan membosankan. Aq sdh tdk sabar pngen ketemu dgn Yanda-Bunda yg lain.
Bunda If: Khususnya Bunda If ya,..he...he..
Ku reply lagi: Iya..

Duh,... bunda yang satu ini...genit. Dulu sempat bincang-bincang dengannya mengenai gaji. Dia cerita kalau gajinya selalu dia tarik begitu sudah ditransfer di ATM.

"Kalau aku beda, Bun. Selama dua bulan ini, gajiku masih utuh belum tersentuh", kataku.
"Wah, bagus donk Yan"
"Bukannya begitu, Bun. Aku tidak pernah menarik uang yang di ATM karena aku tidak tahu caranya melakukan penarikan uang lewat ATM!"

Duh,... yanda yang satu ini... ndeso!

rumput tetangga

Persaingan operator selular kini makin marak. Di TV, banyak iklan operator selular yang membidik titik kelemahan operator lain. Nelpon sejam murah, kurang dari satu jam malah mahal. Padahal khan rata-rata orang bicara di telpon cuma 3 menit. Trus 57 menit sisanya buat apa ? Sehingga tidak jarang timbul pertanyaan : "ngomongin apa lagi ya ?" sewaktu menelpon untuk menghabiskan waktu 60 menit...
..................................
Kartu perdana Fren terbeli. Mar ingin berinternet dari rumah agar tidak harus urban ke Solo sekedar untuk melihat jurnal PSB. Sudah berulang kali mencoba, komputer selalu bilang: modem error or being used by other application.. atau apalah. Intinya aku gagal berinternet.
Daripada pulsa terbuang sia-sia, Mar melepas nomor Fleksi dan menggantinya untuk sementara dengan nomor Fren. Mar gunakan untuk menelpon nomor Fren milik Par.
"Halo", suaranya terdengar pelan dan terkesan berhati-hati.
"Halo, gimana kabarnya ?"
"Siapa, ya ?"
"Siapa, coba ?!"
"Siapa ?" Kali ini suaranya lebih dari sekedar berhati-hati. Lebih terkesan "enggan". Mungkin karena nomor yang masuk ke hpnya tidak dia kenali. Tidak mau dia memutuskan panggilan, Mar langsung menyebutkan nama. Seketika itu tawa riang dia perdengarkan ke telingaku.
Panjang lebar dia ungkapkan ke Mar tentang pekerjaannya. Gaji, rekan kerja, produk perusahaan, dll. Tentang gaji yang masih dia anggap kecil, Mar hanya bisa bilang: rumput tetangga lebih memang hijau tapi belum tentu lebih enak. Sekali bekerja di satu perusahaan, jangan lagi tengok kanan tengok kiri. Arahkan pandangan lurus ke depan. Agar kekurangan yang ada tidak menjadi titik tolak untuk iri terhadap teman yang bekerja di perusahaan lain dan mengurangi rasa syukur.
Tentang teman kerja yang sering mengesalkan hati, itu khan bumbunya lingkungan kerja. Tidak seru kalau di lingkungan kerja tidak ada rekan yang membuat kesal hati.Mar yakin, kerja di perusahaan manapun pasti ada rekan yang menyenangkan dan kurang menyenangkan. Kalau semua rekan adalah pembuat kesal hati, itu baru masalah!
Di lingkungan kerja Mar juga demikian koq. Ada yang menganggap dirinya senior, ada juga yang menghilangkan gap dengan orang baru walaupun dia orang lama. Kalau masalah seluk beluk perusahaan, Mar pikir kita yang harus aktif mencari informasi. Rekan kerja yang lebih lama mungkin saja disibukkan dengan pekerjaannya sendiri, sehingga tidak bisa meluangkan waktu untuk memberi tahu tentang hal ini dan hal itu. Jadi, kita yang harus aktif.

Btw, perbincangan di telepon saat itu Mar masih banyak menggunakan kata "aku", dan sedikit menggunakan kata "kamu". Maaf, ya Par.