Sunday, May 11, 2008

aku

Thursday, February 28, 2008

pindah


bunga

Namanya Icha. Dia punya daya imajinasi yang lebih tinggi bila dibandingkan teman-temannya. Ketika ada tugas di sekolah untuk mengarang puisi, dia membuatnya dengan baik. Bahkan sangat baik.

Bunga

Engkau selalu kusiram setiap hari
Baumu harum seperti rembulan
Engkau indah seperti bintang

Engkau pun saat pertama kali ku tanam sudah indah
Engkau juga selalu masuk mimpiku
Bunga engkaulah segalanya


Begitu puisinya. Kalimat yang menggelitikku: Baumu harum seperti rembulan. Engkau indah seperti bintang.

Ketika hendak pulang, aku meminjam bukunya untuk menyalin kembali puisi yang dia buat.

Sunday, February 24, 2008

ke solo aku kan kembali (1)

Orang bilang: don't judge the book from its cover.

Malam merapat dengan sang hening.Hanya jam dinding yang berkata-kata: tak...tik...tak...tik...Deru kipas prosesor hanya lirih.Suara keyboard sesekali mencampuri keheningan malam itu.

Sedikit, ingin bercerita tentang pengalaman dalam perjalanan ke Jakarta kemarin dalam rangka mencari "legalitas status". Sebelum berangkat, aku berpamitan dengan kelas Ali,..."Yanda nanti siang mau berangkat ke Jakarta untuk tes dan baru bisa mengajar lagi hari Senin depan". Berarti hari Rabu, Kamis dan Jumat aku tidak bisa bertemu mereka.Mereka teriak histeris. Ada yang minta libur, ada juga yang jadi provokator cilik: Eh, kita bilang ke orang tua kalau besok libur. Soalnya yanda ke jakarta. Ada juga yang bilang: kita ikut yanda saja ke jakarta.

Jam 14.00
Bis yang katanya Pak Agen tiba jam 13.30 baru datang 30 menit setelahnya. Tiwas kesusu sewaktu berangkat dari rumah.

On the way
Tas berisi tiga kemeja, tiga kaos, tiga celana panjang, dan beberapa "perangkat keras" lainnya sudah masuk di bagasi. Jakarta, I'm coming... Jujur(...lah padaku), ini akan menjadi pengalaman pertama. Pertemuan perdanaku dengan kota "magnet" itu. Jauh-jauh hari sebelum berangkat, aku sudah menyusun rencana untuk going around Jakarta. Keliling-keliling di Jakarta setelah test.

Ba'da maghrib
Bis berhenti di Gringsing (...nama yang aneh). Hujan turun lebat. Rombongan kami mencari mushola untuk me-jamak-qashar sholat maghrib dan isya'. Sesaat sebelum wudlu, aku merasakan ada sesuatu yang harus ku "setor". Selembar uang seribuan telah tersiapkan. Masuklah aku di toilet dekat mushola.Seusai "setor", dalam perjalanan keluar toilet, ada sesosok manusia di samping kiriku. Reflek, aku melihatnya. Alangkah terkejutnya aku, orang yang terkaca di mataku itu sedang "mlotrokke" celananya hingga tinggal "jeroannya" saja. Langsung kupalingkan pandanganku darinya. Wah,... it's really really bikin keki.

Shubuh, hari Rabu
Suara keras awak bis membangunkan aku. Kami turun di Cibitung untuk ganti bis.

Jam 05.05
Tiba di Perempatan Mampang. Begitu turun dari bis, sang ketua rombongan terburu-buru dan langsung ngacir menuju pom bensin di dekat kami turun. Tinggallah 10 orang. Sebuah rombongan yang sedang "kehilangan induknya". Waiting mode on. Menunggu sang ketua. Bis melaju.Beberapa menit kemudian dia kembali. Nampak celingukan melihat beberapa tas kami. "Tasku mana ?"Tas miliknya belum ikut turun. Masih di dalam bis. Keenakan naik bis kali tuh tasnya. Penumpangnya turun kowq ga ikut turun.Beruntung ketika itu ada tukang ojek. Langsung deh, sang ketua rombongan cabut mengejar bis. Lagi, rombongan kami kehilangan induknya. Pengambilan keputusan kini menjadi tidak lancar. Apakah sholat shubuh dulu, atau langsung menuju ke Kemang. Banyak pertimbangan dan tidak segera diputuskan. Sebuah taksi biru menghampiri kami. Si sopir menawarkan jasanya. Setelah tawar-menawar, akhirnya kami sepakat. Perempatan Mampang sampai Kemang: Rp 30.000,- Satu taksi berlima. Sedang kami masuk di dalam taksi, ada seseorang menghampiri dan memegang daun pintu taksi. Menghalangiku untuk menutup pintu tasi."Mas, uang parkir, Mas. Taksi dua, empat ribu."Aku baru tahu kalau di Jakarta, taksi yang berhenti untuk menaikkan penumpang terkena parkir. "Sudah tutup saja, Mas" komando si sopir taksi padaku. Tapi tangan orang yang diluar yang memegangi tepi daun pintu membuatku berpikir berulang kali. Jika aku tutup, tangannya akan terjepit. Si sopir melihatku dan seakan berkata: "Jangan diberi". Taksi pertama sudah melaju beberapa saat yang lalu. Yo wis daripada ketinggalan dengan yang lain, nih empat ribu. Yang menerima uang langsung pergi.Dalam perjalanan, sopir taksi bercerita bahwa orang yang minta uang parkir tadi sebenanya adalah tukang ojek. Dia juga bercerita kalau di Jakarta banyak orang yang memanfaatkan orang. Saat itu seakan ada jari tangan yang menunjukku dan berkata: naif!

Kesan pertama terhadap Jakarta: KERAS!

Saturday, February 23, 2008

SEMANGAT!

Beri semangat! YEZ
Sekali lagi! YEZ.... YEZ...
Akhir-akhir ini, ghiroh untuk menulis di blog turun. Kesibukan mengajar, mengoreksi dan ngelez menyita tenaga untuk menulis. Tidak bisa, menulis dengan segenap tenaga yang tersisa?! Tenaganya tidak boleh hanya "sisa". Harus full tank.


Sampai pada sore hari ketika memasuki lab komputer SD, terlihat bunda Di baru asyik "nguthek-uthek" keyboard komputer. Di monitor terpampang: bundadini.blogspot.com. O,... ngeblog juga to,...

Hari ini, membuka blog bunda Di. Jadi semangat pengen ikutan nulis di blog lagi.

SEMANGAT!

Akhirnya, bertambahlah satu "bintang" di pertapaan: bunda Dini




Tuesday, January 22, 2008

rapotan (2)

Matahari belum begitu tinggi. Sinarnya sedikit mengusir gelap yang menguasai kelas Ali. Bau pengab ruangan karena tertutup seharian, disirnakan dengan semprotan pengharum ruang. Thit...thit...Nyalakan AC, biar ion-ion aerosol itu menyebar ke seluruh ruang.

In the morning
One by one orang tua berdatangan. Istilah jawanya: mbanyu mili. Datang dan pergi silih berganti. Masih pagi. Yang datang langsung terlayani tanpa harus mengantri. Mereka bicara seperlunya saja. Langsung to the point, tidak kebanyakan porsi basa-basi. Keburu ke kantor.
FAQ (Frequently Answer Questions):
Q: Bagaimana nilai anak saya, Yanda ?
A: Alhamdulillah ada kenaikan.
Q: Anak saya rangking berapa, Yanda ?
A: Wah, mohon maaf, saya tidak membuat rangking kelas karena dilarang dari Jakarta.
Setelah menjawab gitu, ku sodorkan legger nilai rapor. Biar mereka ngurutin sendiri kira-kira anak mereka ada di posisi "aman" ataukah masuk dalam "zona gelisah". Tidak kalah akal, mereka minta dikopikan legger nilai yang selembar itu biar bisa ngurutin di rumah dan ketahuan peringkat anaknya. Mohon maaf ya, Ma... tidak bisa.
Ada yang bisa menerima keputusan sekolah untuk merahasiakan rangking, tapi ada juga yang masih perlu diberi pengertian lagi.

Rada siangan dikit
Secara kesibukan, yang datang rada siangan dikit ini tidak begitu padet. Obrolan juga bertambah topiknya: kebiasaan anak-anak kalau di rumah. Belajarnya, bermainnya, mengatur waktunya, sampai ada yang konsultasi untuk memilih les: jarimatika atau sempoa. I told them, masing-masing ada plus dan minusnya. Tapi kalau saya, sekali lagi KALAU SAYA, jarimatika dan sempoa itu adalah "zat adiktif" yang menimbulkan "ketergantungan". Ketergantungan untuk menggunakan tangan dan apa itu namanya ya... yang dipakai untuk sempoa itu lhooo.... Tidak melatih anak untuk berproses, tapi mengajari anak untuk "instant".
Secara topik obrolan bertambah, orang tua yang masuk dalam waiting list juga bertambah. Ada yang nyadar kalau yang ngantri banyak kemudian mempersingkat obrolan, ada juga yang just go on...

Siang, after lunch
Dari daftar pengambilan rapor, masih ada 4 nama yang belum ditanda tangani. Artinya, ada 4 rapor siswa yang belum diambil oleh ortunya. SMS pun terkirim, berusaha mengemasnya dalam bahasa yang tegas, tapi santun. Alhamdulillah tidak lama, mereka datang.
Maaf, Yanda, susah mencari waktu untuk ijin. Maaf, Yanda, tadi di kantor masih banyak kerjaan. Maaf, Yanda, tadi ada tamu.
It doesn't matter. Yang penting hari ini rapor terambil semua. Mereka yang datang pada jam "after lunch", tidak banyak obrolannya. Terlihat dikejar waktu.

Dari "in the morning" sampe "siang, after lunch", ada satu orang tua yang pertanyaannya nyeleneh. Nyeleneh karena berbeda dari yang sering ditanyakan Mama-Papa yang lain. Yang bisa ditiru sama Mama-Papa yang lain (termasuk bekal buat Yandanya dalam mendidik anak, kelak). Begitu duduk di kursi depan mejaku, yang ditanyakan tidak nilai, tapi...
"Yanda, bagaimana akhlak anak saya di sekolah ?" Nilai tidak begitu dia kedepankan. Yang penting bagaimana sikap anak kepada yanda-bunda di sekolah juga kepada teman-temannya.
Dia mengungkapkannya dengan kerendahhatian yang tulus.

Dalam hati ini berdecak kagum. Joss tenan... Salut, Pa.

Friday, January 18, 2008

rapotan

Regedek... tinggal sorot dan tarik, maka formula di cell paling buncit terkopi sampai yang paling boncot. Kini sudah mulai tampak, anak-anak mana saja yang kemampuannya hanya "5 watt", mana yang terus terang terang terus kayak lampu save energy. 15 watt = 40 watt, harganya rada mahal sedikit (dikasih susu yang diperkaya DHA, suplemen ini dan suplemen itu-khan mahal tuh), tapi nyalanya juga lebih cemerlang dan tahan lama. yang begini ini bakal berguna bagi nusa dan bangsa kalau terawat dengan benar.

ngisi rapor semester kali ini tidak seperti ngisi rapor pas pra BLP. sekarang waktunya lebih longgar. ada sekitar 2 minggu. kalau pas pra BLP, waktunya sempit. lagipula waktu itu aku masih tergolong "kencur" dalam urusan administrasi kelas. baru beberapa bulan mengajar. manajemen waktu masih payah sehingga kerjaan menumpuk di belakang. semalaman sampai gak tidur hanya untuk ngisi rapor. walaupun "theklak-thekluk", tapi tetep saja berusaha mengisi kolom demi kolom nilai di rapor. saingan sama pak dalang yang menjalankan wayang semalam suntuk. kalau pak dalang ditemani para yogo dengan iringan gamelan dan lantunan suara sinden, aku ditemani sama hape. siap untuk missedcall temen yang malam itu juga "ndalang".

anak-anak, contoh di atas adalah peristiwa penting yang menyenangkan atau yang menyedihkan ? kalau kalian menjawab: menyedihkan,... SALAH!

hidup guru!

Tuesday, December 25, 2007

demo

Bintang. Alhamdulillah sekarang anak ini berhasil aku "jinakkan". Seperti anak-anakku di SD, dia masih belum punya "rem". Mengatakan apa yang ada di dalam hatinya, kalau memang dia mempunyai kata-kata yang bisa mewakilinya. Kalau tidak punya, ya dia ngambek.

Langit sore sedikit tertutup mendung. Gerimis lembut sempat turun. Namun hanya beberapa menit saja. Aku ngelesi Bintang. Beberapa soal tentang konversi satuan berat dan waktu aku buatkan untuk dia.
"Dikerjakan lima-lima dulu ya, Mas", dia sudah hapal dengan kebiasaanku. Lima soal dikerjakan, lalu dibahas.
"Iya"
Selang beberapa saat, dia kelihatan capek. Capek mikir, capek nulis.
"Mas Mar punya sulap lagi ?", tuh khan... Konsentrasinya pindah.
"Nggak, sudah habis. Mas Mar belum menemukan sulap lagi".
Terkadang aku memang datang dengan "mengantongi" games atau sulap untuk menghilangkan kejenuhan. (wah, ternyata nyambi jadi magician juga ya...) Tidak untuk kali ini. Habis. (belum nggoreng lagi, Bintang...)

Kucoba mengajaknya ngobrol yang ringan-ringan. Untuk mengalihkan perhatiannya sejenak dari pelajaran. Biar nggak bosen ngitung terus.
"Eh, bajunya sama lagi", kudekatkan bajuku dengan bajunya. Hari kemarin baju kami juga sama warnanya. Biru dongker. Warna celananya anak-anak SMP itu. Kemarin aku memakai baju yang sama dengan hari ini. Tidak apa-apa. Belum ada yang mau nyuciin sieh (baca: istri). Jadi biar ngirit tenaga buat nyuci.
"Enggak,... beda", tangkisnya. Weleh ngeyel nieh anak.
"Iya, sama". Beberapa saat Bintang mengamati bajuku.
"Mas Mar renggo to ?" Lheh,... renggo ? Oalah... gareng dinggo ? (Kering-pakai).
"Iya", dalam hati ini berkata: tidak. Emang belum dicuci koq. Lhah, opo ra mamboew... Tidak. Khan kemarin baru dipake dua jam buat ngelesi. Ngelesi gitu loh, bukan macul atau angkat-angkat barang seperti kuli. Jadi belum bau.

Soal yang kuberikan di sesi pertama habis dia kerjakan. Betul semua. (Mas Mar sieh kalau bikin soal gampang-gampang)
"Yuk,... makan dulu", suruh ibunya di depan pintu.
Kami menuju ke meja makan.
"Bu'... nasinya kebanyakan", teriak Bintang melihat piringnya menggunung nasi.
"Iya nieh, kebanyakan"
"Ibu itu sukanya kalau ngambilkan nasi memang banyak. Ibu' didemo aja yuk mas" We...e..e... (sambil menirukan logatnya mbah Darmo) Provokator juga nieh anak.
"Mas Mar biar gemuk", suara Ibu Bintang terdengar dari ruangan sebelah.
"Mas Mar tidak mau gemuk, Bu'. Nanti kalau gemuk pacarnya tidak suka", kata Bintang.

Tau-taunya anak ini kalau aku belum punya pacar...

Saturday, December 22, 2007

my students

[Click picture to make it bigger]

Dari kiri belakang:
Sofia yang tinggi dan pemalu, Alda yang dewasa dan sedikit tertutup, Farah yang brillian tapi sedikit mudah panik, Alfa yang kalau makan selalu selesai paling akhir dan besar motivasinya untuk be number one. Tika yang patuh. Syahra yang tidak bisa diajak bercanda dan sering membuat "gebrakan". Vita yang pendiam dan sering telat dijemput pulang sehingga aku harus nunggui lama, Tata si gendut dan yang paling sering telpon, Shinta yang kecil dan lincah-sering hilang dari pandanganku karena suka jalan-jalan di kelas, Rizki yang begitu mencintai adiknya sehingga kalau cerita pasti ada kata-kata: Yanda, adikku tu kemarin..., Nadya yang sudah lebih dewasa bila dibanding teman-temannya, Tasya yang "plengah-plengeh", Tifah yang masih suka menebak-nebak, Yanda Rahmat partnerku yang baik.
Dari kiri depan:
Bintang yang kini sedikit lebih pendiam daripada dulu, Alby yang sudah mengenal tanda "♥", Nabil yang kalau sakit tidak mau ditolong-maunya hanya menangis sambil mengaduh, Fadhil yang konsekuen, dewasa dan bijaksana, Indra yang lebih muda dari usianya, Farhan yang pemalu dan selalu sembunyi dibelakang punggung teman ketika akan ditunjuk untuk memimpin di depan, Valdi yang selalu ingin memberikan yang TERBAIK untuk mamanya hingga tidak puas dengan peringkat 4 di kelas, Alif yang sering sakit-sakitan dan kurang percaya diri ketika menghadapi pelajaran, Pandu yang sering dipanggil temannya : Pandan katsiron, Pandu Nur Remidi (karena sering remidi-tapi itu dulu), Harfi yang "untouchable", Lukman yang brilliant dan (kata teman-temannya) hanya dia anakku. Yang lain bukan.

Wednesday, October 10, 2007

baju baru

Baju koko yang bakal aku pakai untuk sholat ied ke lapangan sudah terbeli. Sudah tercuci pula. Sudah hilang "bau toko"nya.

Sudah tradisi, aku meletakkan cucian yang sudah diperas di atas bibir sumur. Seringkali mendapat wanti-wanti dari bapak perihal kebiasaanku itu. Nanti kalau bajunya masuk ke sumur,... rak dadi gawean.

Satu persatu pakaian ku ambil dari ember. Ku gantung di hanger dan ku jemur. Lhah...baju koko-ku tidak ada.

Mataku menyapu pakaian yang telah tergantung di jemuran. Baju koko baru warna krem tidak ada di sana. Kubolak-balik sisa pakaian yang ada di ember barangkali tertimbun pakaian yang lain. Tidak ada. Oh, GOD! Jantung ini berdegup kencang. Panik. Jangan-jangan masuk ke sumur.

Aku berlari ke belakang. Semoga baju kokoku masih nyangkut apalah gitu.

Nihil. Nothing. Kokoku lenyap. Sudah tertelan air sumur. Sigap, kuambil dadung dan besi yang bisa ku gunakan untuk "jangkar". Ku turunkan besi itu ke dalam lubang sumur. Sempat putus asa. Apa aku harus mengeluarkan air sumur untuk mengambil baju kokoku. Puasa gitu loh...aku tidak yakin kuat menguras sumur dengan kerekan.

Beberapa saat, aku baru sadar. Baju koko sudah aku cuci kemarin, dan baru tadi pagi, sebelum nyuci, aku lipat dan kumasukkan lemari. Aku kira, aku mencucinya pagi ini. Panik ketika baju koko belum aku jemur, tapi di ember juga tidak ada. Pantes aja tidak ada... lha wong sudah di dalam lemari...